logo
Kembali

Dari Jalan Desa ke Pusat Kota: Infrastruktur, Kolaborasi, dan Masa Depan Ekonomi Indonesia

WWindra Priatna Humang
Kolaborasi
2025-05-24
10 menit baca
Dari Jalan Desa ke Pusat Kota: Infrastruktur, Kolaborasi, dan Masa Depan Ekonomi Indonesia

Membangun Konektivitas Desa-Kota Menuju Ekonomi Nasional yang Inklusif

Masih banyak desa di Indonesia masih belum terhubung oleh jalan aspal dan infrastruktur digital yang layak. Di sisi lain, kota-kota besar tumbuh pesat dengan permintaan tinggi terhadap bahan pangan, energi, dan tenaga kerja. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa konektivitas desa-kota bukan lagi isu pinggiran, tetapi inti dari persoalan pembangunan nasional. Konektivitas desa-kota bukan hanya tentang membangun jalan dan jembatan, tetapi soal memperkuat sistem distribusi barang, aliran manusia, arus informasi, dan nilai-nilai sosial budaya yang membentuk kekuatan ekonomi bangsa (Nurchim, N. & Nofikasari, I. 2018; Nabila, K. 2023).

Desa: Jantung Produksi Nasional yang Terabaikan

Desa-desa di Indonesia adalah sumber utama produksi pertanian, perkebunan, perikanan, dan energi. Badan Pusat Statistik mencatat bahwa sekitar 60% penduduk desa terlibat di sektor primer yang menjadi fondasi industri nasional. Sayangnya, hasil-hasil produksi ini masih belum bisa dimanfaatkan secara maksimal karena keterbatasan infrastruktur dan akses pasar.

Bayangkan sebuah desa penghasil kopi berkualitas ekspor yang terisolasi oleh jalan rusak. Produk yang seharusnya bernilai tinggi di pasar global justru dijual murah ke tengkulak karena biaya logistik yang mahal dan waktu distribusi yang lambat. Ketika desa tidak terkoneksi dengan baik, maka potensi ekonominya terhambat dan masyarakat desa tetap berada dalam siklus kemiskinan.

Membangun konektivitas desa-kota akan membuka akses pasar yang lebih luas, menciptakan nilai tambah di desa, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa (Saputra, H., 2023). Ini berarti memperkuat ketahanan ekonomi dari akar rumput dan mengurangi ketimpangan antar wilayah.

Kota Membutuhkan Desa: Relasi Struktural yang Harus Diperkuat

Kota tidak bisa berdiri sendiri tanpa desa. Setiap harinya, kota mengonsumsi hasil pangan yang sebagian besar berasal dari wilayah perdesaan. Kota membutuhkan tenaga kerja dari desa dan bahkan jasa lingkungan seperti air bersih yang berasal dari wilayah hulu.

Namun, relasi ini belum berjalan secara setara. Desa seringkali hanya menjadi penyedia bahan mentah, sementara nilai tambah dinikmati oleh industri dan pasar di kota. Untuk membalikkan ketimpangan ini, konektivitas harus dilihat sebagai jalan dua arah: desa tidak hanya mengalirkan sumber daya ke kota, tetapi juga menerima manfaat berupa investasi, teknologi, dan pengetahuan dari kota.

Strategi seperti pembangunan pasar desa yang terkoneksi secara fisik dan digital langsung dengan pusat distribusi kota, pengembangan kawasan agropolitan sebagai simpul produksi, serta integrasi desa dalam rantai pasok industri kota adalah langkah konkret yang harus didorong pemerintah.

Infrastruktur sebagai Tulang Punggung Konektivitas

Konektivitas yang efektif membutuhkan infrastruktur fisik dan digital yang memadai. Jalan desa yang terhubung ke jaringan jalan nasional, layanan transportasi umum antarwilayah, akses internet berkecepatan tinggi, serta sistem logistik berbasis teknologi adalah pilar-pilar utama yang harus dibangun.

Program seperti BAKTI Kominfo dan inisiatif desa digital harus diperluas dan disinergikan dengan program pembangunan jalan desa dan logistik desa (Komdigi, 2025). Selain itu, pembangunan infrastruktur lunak juga penting: literasi digital warga desa, sistem informasi desa yang terintegrasi, serta penguatan kelembagaan lokal agar desa bisa mengelola konektivitas secara mandiri dan berkelanjutan.

Dengan dukungan infrastruktur yang menyeluruh, desa bisa tumbuh menjadi simpul pertumbuhan ekonomi baru, mengurangi tekanan urbanisasi, dan menciptakan keseimbangan pembangunan antara pusat dan pinggiran.

IPD dan Peran Strategis Perencana Desa

Transformasi konektivitas tidak akan berhasil tanpa peran aktor-aktor lokal yang memahami konteks dan kebutuhan masyarakat desa. Dalam hal ini, Ikatan Perencana Desa (IPD) memiliki posisi strategis untuk menjadi motor penggerak perubahan. Sebagai organisasi profesi yang mewadahi perencana desa, IPD dapat menjembatani komunikasi antara desa, pemerintah daerah, dan pusat.

Lebih dari itu, IPD dapat menjadi agen inovasi: memperkenalkan konsep desa digital, desa logistik, atau desa wisata berbasis konektivitas; menginisiasi riset aksi bersama akademisi dan komunitas lokal; serta membangun platform kolaborasi antara desa dan kota. Dengan pendekatan sistemik dan kolaboratif, IPD berperan penting dalam menciptakan perencanaan yang tidak hanya teknokratis, tetapi juga kontekstual dan berkeadilan.

Dari Desa untuk Bangsa

Pada akhirnya, Indonesia tidak akan maju jika pembangunan hanya berfokus pada kota. Daya saing bangsa baru bisa diwujudkan jika desa-desa diperkuat sebagai simpul produktivitas, inovasi, dan kesejahteraan. Konektivitas desa-kota bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan jalan menuju keadilan spasial dan efisiensi ekonomi nasional.

Kini saatnya membangun paradigma baru pembangunan berbasis wilayah yang terintegrasi. Ketika desa dan kota saling terhubung dalam sistem yang inklusif dan berkeadilan, maka kita sedang membangun Indonesia dari akar yang kokoh. "Dari Jalan Desa ke Pusat Kota. Dari desa, untuk bangsa".

Penulis: Windra Priatna Humang (Peneliti Pusat Riset Teknologi Transportasi BRIN)